Bismillaahirrahmaanirrahiim...
Demi langit dan Ath
Thaariq, tahukah kamu apakah Ath Thaariq? bintang yang cahayanya menembus. (QS.86 At-Thaariq:1-3)
|
Bintang-bintang neutron yang baru ditemukan ini dikenal
sebagai "pulsar." Bintang-bintang ini, yang berubah menjadi
pulsar melalui ledakan supernova, tergolong yang memiliki massa terbesar, dan
termasuk benda-benda yang paling terang dan yang bergerak paling cepat di ruang
angkasa. Sejumlah pulsar berputar 600 kali per detik . Double Pulsar
Found," January 9, 2004. (www.atnf.csiro.au/news/press/double_pulsar/)
Bintang.....
Kalau memang saat itu para ilmuan sudah menemukan siklus bintang, maka saya
yang bukan ilmuan ingin bercerita tentang Metamorfosis bintang.
Bicara metamorfosis biasanya kita bicara
tentang kupu-kupu. Seperti yang kita
tahu, kupu-kupu adalah salah satu hewan yang mengalami metamorfosis sempurna. Hewan lain yang juga bermetamorfosis sempurna adalah katak. Metamorfosis sempurna merupakan jenis perubahan hewan melalui 4 tahap pertumbuhan dan perubahan, yakni: Telur ---> Larva
--> Pupa --> Dewasa. Metamorfosis ini disebut juga dengan istilah holometabola atau holometabolisme.
Pada kupu-kupu, sebelum menjadi serangga cantik dan menawan, ia terlebih
dahulu harus melalui serangkaian fase perubahan yang dimulai dari telur yang
kemudian menetas dan menjadi larva. Pada umumnya larva
tersebut, seiring perkembangannya, mengalami 4 transformasi warna mulai dari
hitam dengan campuran warna kuning, kemudian kuning dengan campuran warna
putih, kemudian selanjutnya menjadi telur dengan warna biru yang pekat dan
terakhir menjadi warna hitam atau dan juga terkadang kuning. Proses perubahan
warna telur ini dikenal dengan nama molting atau perubahan yang mencakup warna juga bentuk fisik.
Metamorfosis sempurna pada kupu-kupu kemudian berlanjut. Larva tersebut tak hanya mengalami
perubahan warna tetapi juga perubahan bentuk fisik atau ukuran. Seiring
pertumbuhannya larva tersebut akan semakin besar dan terus berkembang menjadi instar sebelum kemudian menjadi apa yang disebut
dengan nama pupa. Pada tahapan pupa inilah proses pembentukan susunan kerangka
hewan dewasa terjadi. Setelah beberapa saat maka pupa pun menjelma menjadi kupu-kupu cantik yang kita kenal selama
ini.
Pagi ini saya tidak melihat kupu-kupu, hanya ada suara kokok ayam yang
dibalas oleh nyanyian merdu si burung. Namun membayangkannya saja
sudah jelas sekali kecantikan si kupu-kupu ini. Subhanallaah metamorfosis kupu-kupu
ini mengajarkan manusia bahwa segala sesuatu itu ada prosesnya, ada
perjuangannya, ada tahapan-tahapan yang harus dilalui. Kadang kita melewati
hari dengan penuh kebahagiaan, canda tawa, dan suka cita.
Namun di tengah itu semua, kadang kekecewaan menghampiri, rasa sakit ikut menyapa, bahkan
tak jarang kesedihan ikut
menemani.
Begitu pula sang larva, yang selalu mengalami perubahan
warna dalam fase hidupnya. Kita? Tentu harus siap dengan fase
apapun yang harus kita lewati dalam proses ini. Kita siapa?
Ya kamu Nie, saya, juga Yeni! Siapa lagi?
Bukankah kita memang
selalu bersama-sama melalui proses ini. Proses apa?
Ya metamorfosis bintang.
???$%*
Bintang....
Siang itu, dia sudah tidak mempedulikan terik matahari. Dia terus berjalan
tanpa arah, tujuannya hanya satu, memberi surprise untuk Rani, sahabatnya. Sahabat yang
sudah lama ia kenal melalui belasan surat yang selalu mereka kirimkan. Dan
surat terakhir yang ia terima, yang telah mengantarkannya pada kota asing yang
panas ini. Rani sakit, begitu isi surat yang membuat ia nekad menaiki bus antar
kota dan naik angkot tanpa tahu dengan jelas kemana angkot itu
akan membawanya. Yang penting naik saja
dulu. Turun dari angkot, ia
berjalan sambil memegang alamat Rani, namun ia semakin tak yakin dengan
tujuannya.
Di bawah terik matahari itu, ia menuju kotak bening raksasa, sebesar tubuh
manusia. Di kotak raksasa itu ia menyerah, tak ada lagi surprise, karena ia buta dengan kota itu. Kota besar
yang baru pertama kali ia jejaki. Iapun mengangkat gagang telepon itu dan memencet
tombol angka dengan terburu-buru.
“Assalamualaikum Ran!”
“Wa’alaikumussalaam,”
terdengar suara lemah di seberang sana.
“Kamu di mana? Saya sekarang ada di kotamu, tapi aku nemu
alamat yang kamu tulis di surat!” ujar Nie.
“Maaf Nie, saya tidak bisa menemuimu sekarang”
Rani menjawab dengan lemah.
“Lho kenapa?” Nie terkejut mendengarnya. Hatinya remuk redam
mendengar jawaban sahabatnya itu.
“Saya sakit Nie, sedang dalam perawatan dan tidak boleh bertemu siapa-siapa,
hanya dokter dan perawat saja yang boleh menemui saya.
Maaf.”
“Iya tapi saya ingin menengok kamu Ran. Saya jauh-jauh dari Ciamis
hanya untuk menengokmu, tidak ada yang bisa saya temui di kota ini selain kamu
Ran!” Airmatanya menetes mengakhiri kalimatnya tadi.
“Maafkan saya Nie, saya pun ingin bertemu, tapi tidak bisa. Begini saja,
nanti ada kawan saya yang akan menemuimu kesana, tunggu saja di masjid
alun-alun kota biar mudah kamu bertemu dia. Namanya Dewi.
Sudah dulu ya,
Nie… Hati-hati di jalan ya!” Tut.
Sambungan telepon
itu diputus oleh Rani. Hati
Nie semakin tak menentu.
Perjalanan yang jauh ini
seakan tak menemukan titik temu. Seseorang yang dirindui entah ada di mana. Padahal jelas-jelas
ia sudah berada di kota sahabatnya itu. Namun ia turuti saja pesan Rani di
telpon. ia melangkah menuju Masjid Agung yang berada di tengah alun-alun kota.
Nie membasahi wajahnya dengan
air wudhu, bersujud pada Sang Maha Raja, yang menggenggam segala. Setelah usai
memanjatkan doa panjangnya, iapun duduk dil
uar. Memperhatikan satu
persatu pejalan kaki. Berharap Dewi adalah salah satu dari mereka. Namun
bagaimana ia bisa mengenali Dewi? Bagaimana Dewi bisa
mengenalinya? Dua insan muda itu bertemu saja belum pernah. Dia berpikir, kalau saja punya
handphone seperti teman-teman sekelasnya, mungkin
perjalanannya tidak akan serumit ini. Huft! ia mulai tidak sabar dan berpikir
untuk mencari lagi kotak raksasa itu. Karena hanya itu yang dia andalkan
sebagai alat komunikasi. Saat itu, ia belum menggenggam HP.
Apalagi sekarang hampir
semua orang memakai aplikasi BBM, di mana bisa tahu rupa orang
lewat display picture.
Kita juga bisa
mengirimkan pesan dalam hitungan detik atau bahkan membuat status “menunggu di
alun-alun”, atau “Dewi kamu dimana?”, dan berharap muncul notification dari BBM nya Dewi “otw masjid agung, ketemu di selasar
kanan akhwat”.
“Assalamualaikum, ini Nie ya?” tiba-tiba ada suara lembut yang
mengagetkannya. Seorang yang pembawaannya sangat kalem itu, yang kelak menjadi
sobatnya, menemani salah satu fase metamorfosis itu.
“Wa’alaikumsalam, iya. Kamu Dewi, ya?” tanyanya penuh haru. Di tengah keterasingan ini,
akhirnya hadir juga orang yang mungkin akan membawanya pada Rani.
Dewi pun mengulurkan tangan, mereka bersalaman dan berkenalan. Hangat
sekali. Dewi pamit untuk shalat dzuhur terlebih dahulu.
Nie duduk di selasar masjid, bersandar pada
tembok yang dingin. Ini membuatnya sangat nyaman untuk sesaat melepas lelah
setelah melalui perjalanan jauh. Hatinya sangat lega.
Rasanya ia sudah sangat dekat dengan Rani sekarang. Ia sudah tidak sabar untuk
menghibur Rani, agar segera sembuh dari sakitnya, walau ia belum tahu apa sakit
yang diderita Rani.
Dewi tampak berjalan ke arahnya.
“Ayo Nie mau saya antar jalan-jalan kemana?”
tanya Dewi dengan
antusias. Layaknya seorang guide
berpengalaman yang mau mengantar turis keliling kota.
“Saya Cuma ingin diantar ke rumah Rani. Tolong antarkan saya,
ya!” jawab Nie dengan tegas.
“Tapi saat ini Rani tidak bisa ditemui, mungkin besok
lusa. Bagaimana kalau sekarang kita jalan-jalan dan menginap di rumah saya?” bujuk Dewi.
“Tidak mau! Saya kesini hanya untuk
menemui Rani. Bagaimanapun caranya saya akan ke
rumahnya Rani!”
jawab Nie sambil berlalu
dari masjid. Ia terus saja berjalan tak tentu arah. Dewi paham
kekecewaan teman barunya itu. Namun apa yang bisa ia lakukan? Tidak ada. Selain terus
mengejarnya dan membujuknya.
“Nie! Ayolah jangan bersikap seperti ini. Rani pasti sedih kalau
tahu kamu begini. Ada saatnya untuk bertemu dia, tapi tidak sekarang. Rani
sedang dalam perawatan. Dia tidak di rumah. Saya sendiri tidak tahu Rani dirawat di
mana. Rani hanya berpesan
agar saya nemenin kamu.” Dewi tetap sabar membujuk sambil berlari mengejarnya. Namun Nie tak
peduli. Ia terus saja berjalan dan mempercepat langkahnya seolah tahu akan kemana ia
melangkah.
Dewi memang sangat sabar menghadapi anak yang masih
duduk di bangku SMA itu. Dia
menghampiri Nie yang kini duduk di halte bis. Ia begitu keras pada
pendiriannya. Tidak bisa sebentar saja mendengarkan orang lain. Dewi merangkul
Nie yang kini sudah duduk
berurai air mata. Sulit sekali ia menerima kenyataan, bahwa Rani sahabatnya itu
memang tidak bisa ditemui. Ia semakin bertanya-tanya tentang kondisi sahabatnya
itu. Ia lelah, ia putus asa. Tak ada yang ingin dia lakukan di kota itu selain
bertemu Rani. Namun harapan itu seakan tertutup sudah. Seolah ia harus membuang
keinginannya, walau jauh kaki berjalan, Rani tak akan ia temui jua. Tapi
kenapa? Salahkah bila ia ingin menengok seseorang yang sakit? Tegakah Rani
hingga tak ingin menemuinya sebentar saja.
“Rani... bukankah selama ini kamu ingin sekali saya
berkunjung ke kotamu dan kita akan berkeliling kota bersama?” Hatinya berbisik dan
airmatanya semakin deras. Dewi semakin erat menggenggam tangannya.
“Sabar Nie! Meskipun Nie sangat ingin ketemu
Rani, tapi takdirnya belum bisa ketemu!” Dewi berkata
lembut,
“sekarang coba lihat ke langit sana!
Di sana ada banyak bintang.
Milyaran jumlahnya. Sangat banyak, tak
terhingga malah. Meskipun sekarang ia tak terlihat, tapi percayalah kalau ia
ada. Sama dengan saudara, meskipun sekarang tak
terlihat tapi ia selalu ada, dalam doanya. Meskipun di dunia ini tidak bisa bertemu tapi yakinlah di syurga nanti insya Allah akan
bertemu. Nie, saudara itu amat banyak, meskipun belum kau lihat sekarang. Jadi
bersabarlah!” Dewi mengakhiri kalimatnya dengan menepuk-nepuk pelan punggung kawan
yang baru beberapa jam ini ia temui. Nie semakin sesenggukan mendengar kalimat
yang keluar dari Dewi itu. Ia terdiam. Tak mampu berkata apapun lagi. Ia pasrah
sekarang. Ia mau ikut Dewi ke rumahnya.
Sejak hari itu, ia punya definisi baru tentang Bintang.
SAUDARA. Fase 1.
(2 Mei 2014)
0 comments:
Post a Comment